Dengan adanya pengawasan Additional Protocol diharapkan adanya sharing informasi dalam pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir. Indonesia melakukan pengawasan Additional Protocol diantaranya dikarenakan telah ditandatanganinya Non Proliferation Treaty (NPT), yaitu perjanjian mengenai pencegahan penyebarluasan senjata nuklir, perjanjian Safeguards, dan UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

Salah satu yang dilakukan Indonesia melalui BAPETEN dalam memperkuat pengawasan Additional Protocol adalah berkoordinasi dengan kalangan industri dan manufaktur, melakukan pengawasan ekspor-impor, sekaligus berkewajiban untuk melaporkannya.

Oleh karena itu, sangat diperlukan koordinasi dengan melibatkan instansi berwenang lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan pengawasan Protokol Tambahan ini, seperti dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

Protokol Tambahan (Additional Protocol) adalah perjanjian legal antara suatu negara dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk memberikan jaminan kepada masyarakat internasional, bahwa negara tersebut telah sesuai dengan perjanjian internasional dalam hal non proliferasi atau pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai.

Sesuai perjanjian internasional tersebut, maka BAPETEN selaku badan yang memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, mempunyai tugas mengawasi sekaligus memastikan tidak ada konversi teknologi nuklir untuk tujuan non damai.