Banner BAPETEN
Dialog Interaktif: Aspek Lingkungan dan Pemanfaatan Teknologi Nuklir
Kembali 25 Agustus 2011 | Berita BAPETEN
bdi_250811125456.jpg

(Jakarta,BAPETEN) 

bdi_250811124216.jpgTerkait dengan kebutuhan energi nasional, saat ini kita masih mengandalkan energi fosil. Seperti diketahui, energi fosil merupakan energi yang tidak terbarukan, dan pasti akan habis jika terus digunakan. Melihat konsumsi seperti sekarang ini, cadangan minyak bumi kita diperkirakan akan habis sekitar 10 tahun lagi. Untuk mengantisipasi krisis energi, maka kita harus segera memikirkan sumber energi lain yaitu sumber energi baru dan terbarukan, seperti dari bahan bakar nabati, matahari, panas bumi, angin dan juga nuklir.

Hal ini mengemuka dalam dialog interaktif di Radio Elshinta, Jakarta, Rabu (24/08/11) siang, yang mengangkat topik “Aspek Lingkungan dan Pemanfaatan Teknologi Nuklir” dengan menghadirkan narasumber Kepala BAPETEN As Natio Lasman, dan Deputi Bidang Jaringan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi Syamsa Ardisasmita.

Menurut Syamsa, melihat dari sumber energi baru dan terbarukan yang dapat mencapai skala besar sangat sulit karena masih berskala kecil. Lebih lanjut dirinya mengatakan, untuk mengurangi jumlah pemakaian bahan bakar fosil yang menyebabkan polusi udara atau efek rumah kaca, maka kita harus mengembangkan energi skala besar yang proven yaitu nuklir. “Karena energi baru dan terbarukan yang lain belum dapat menggantikan peran dari energi fosil yang menghasilkan skala besar,” ujarnya.

Persepsi masyarakat, tambah Syamsa, saat ini masih trauma akan kejadian kecelakaan nuklir, seperti Chernobyl dan PLTN Fukushima, Jepang, akibat gempa disertai tsunami yang terjadi beberapa waktu lalu. Maka dari itu, untuk kecelakaan PLTN Fukushima, diharapkan dengan adanya dialog ini dapat menjawab keraguan masyarakat yang ada selama ini bahwa jatuhnya korban jiwa tidak disebabkan oleh kecelakaan nuklir melainkan dari bencana alamnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Kepala BAPETEN menuturkan, segala bentuk pemanfaatan teknologi nuklir di tanah air, harus sesuai dengan standar internasional. Peran BAPETEN dalam melakukan pengawasan terdiri dari pilar peraturan, perizinan dan inspeksi.

Pengawasan dalam bentuk inspeksi, dilakukan untuk membuktikan apakah izin yang diberikan benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Terkait dengan peristiwa Chernobyl, lanjut Kepala BAPETEN, terjadi akibat penyalahgunaan izin, karena digunakan untuk eksperimen. “Seandainya tidak untuk eksperimen, maka tidak akan terjadi apa-apa,” katanya.

Pembangunan PLTN harus sesuai dengan peraturan yang ada, seperti mensyaratkan dibangun di atas tanah, dan harus menggunakan teknologi yang telah teruji (proven technology). Untuk menjamin keselamatan, maka ada lima tahapan perizinan PLTN, yaitu izin tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning. “Belajar dari kecelakaan PLTN Fukushima kemarin, ternyata masalah yang krusial adalah tapak,” ujar Kepala BAPETEN.

Menjawab pertanyaan pemirsa tentang rencana PLTN di tanah air, Kepala BAPETEN mengungkapkan, BAPETEN akan mengawasi dari awal, mulai dari izin tapak hingga akhir. Sampai saat ini BAPETEN juga belum menerima aplikasi perizinan PLTN dari pihak manapun. “Jika ada, baru BAPETEN akan melakukan review dengan melibatkan tidak hanya tenaga internal saja tetapi juga expert baik dari dalam maupun luar negeri,” paparnya.

Mengingat Indonesia sebagai anggota dari IAEA, maka BAPETEN sebagai garda terdepan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, dan harus memastikan bahwa pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia hanya digunakan untuk tujuan damai, sekaligus menjamin keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan dari kemungkinan bahaya radiasi.
imgkonten

Sumber : Humas

Tautan BAPETEN

mkananmenu_2024-02-26-145126.png
mkananmenu_2021-04-19-125003.png
mkananmenu_2021-04-19-125235.png
mkananmenu_2021-08-25-114254.png
mkananmenu_2024-03-25-135103.png
mkananmenu_2024-05-15-171035.jpeg

Feedback

GPR Kominfo

Video

Tautan Internasional

Tautan LPNK