Banner BAPETEN
Cobalt dan Pembangkit Energi Johdipati
Kembali 22 Juli 2008 | Berita BAPETEN
bdi_220708085708.jpg

(Jakarta,BAPETEN) 

bdi_220708085656.jpgSejauh yang sering kita dengar, bahwa Cobalt-60 (Co-60) adalah atom yang memancarkan radiasi gamma, dan Co-60 ini biasa digunakan untuk keperluan medik (radioterapi) dan industri (scanning,logging, gauging, radiografi, irradiator). Tiba-tiba mencuat pengakuan yang menarik, bahwa pembangkit energi dari Nganjuk, Jodhipati, menggunakan Co-60.

imgkonten
Berikut petikan wawancara wartawan Jurnal Nasional dengan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Bapeten, Dr.Ir. As Natio Lasman, terkait dengan Co-60 dan pembangkit energi Jodhipati, beberapa waktu lalu.

Sejauh mana Pak pemanfaatan Co-60 di Indonesia?

Co-60 banyak dimanfaatkan di bidang industri, misal untuk logging, gauging, radiografi, bahkan juga untuk scanning pada sistem portal detectoruntuk melihat isi truk-truk kontainer yang lalu-lalang keluar masuk pelabuhan. Di bidang kesehatan sering digunakan untuk keperluan radioterapi. Semua pemanfaatan tersebut harus mendapatkan ijin dari Bapeten, karena memang Bapeten diamanati oleh Pemerintah melalui UU nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran untuk mengawasi pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia.

Kalau demikian halnya, apakah "pembangkit energi Jodhipati" yang kontroversial tersebut telah mendapatkan ijin juga dari Bapeten?

Tidak, tidak ada yang mengajukan perijinannya ke Bapeten, justru saya mengetahuinya dari mass media bahwa "pembangkit energi" yang kontroversial tersebut menggunakan Cobalt. Karenanya, untuk melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan, maka saya kirimkan tim inspektur untuk melakukan inspeksi mendadak ke Nganjuk di mana "pembangkit energi" tersebut dibuat. 

Bagaimana Pak hasilnya? Kalau memang yang dilansir oleh mass media tersebut benar adanya tentu ada korban yang terpapar radiasi bila penanganannya salah...

 Awalnya memang agak kesulitan untuk mendeteksi alat tersebut, namun setelah dilakukan dialog yang efektif akhirnya Inspektur Bapeten melaporkan bahwa tidak ditemukan unsur radioaktif pada "pembangkit energi" tersebut. Perlu saya sampaikan di sini, bahwa pemanfaatan tenaga nuklir yang tidak mempunyai ijin adalah merupakan obyek pertanyaan dunia internasional kepada Bapeten mengapa hal demikian bisa terjadi, karena hal ini terkait dengan aspek security (keamanan) di Indonesia.

Bila demikian halnya, mengapa mereka mengklaim bahwa pada "pembangkit energi" tersebut dimanfaatkan antara lain fenomena radiasi? 

Maaf saya tidak tahu alasan mereka, yang jelas peralatan detektor inspektur Bapeten tidak memberikan sinyal adanya radiasi pada "pembangkit energi" tersebut. Namun perlu diketahui, seandainya pembangkitan energi tersebut dilakukan dengan radiasi, maka untuk membangkitkan listrik sebesar 1 MWe diperlukan fluks elektron pada orde 1018 elektron/detik, dan fluks sebesar ini 10.000 kali lipat dari fluks neutron yang ada pada PLTN, atau pada titik tertinggi fluks neutron RSG GAS di Serpong.

Kalaupun misalnya prototip "pembangkit energi" tersebut hanya menghasilkan daya sebesar 1 kWe (=1000 Watt) maka fluks elektron yang diperlukan masih tetap pada orde 1015 elektron/detik, atau 10 kali lipat dari fluks neutron yang ada pada PLTN, atau pada titik tertinggi fluks neutron reaktor riset kita di Serpong tersebut.

Untuk melindungi paparan radiasi yang berasal dari reaktor nuklir saja perlu perisai radiasi yang cukup tebal dan material yang dibangun dengan densitas yang khusus, maka hal semacam tentunya harus diperhitungkan dari awal untuk "pembangkit energi" ini agar tidak mencelakai para pekerjanya. Namun sekali lagi saya sampaikan, bahwa dari inspeksi mendadak yang dilakukan tidak terindikasi adanya pemanfaatan radiasi yang berasal dari unsur Cobalt.

Sumber : Dok. Ilmiah Bapeten, Koran Jurnal Nasional, Selasa 8 Juli 2008 Halaman 11 Kolom 1

BAPETEN Link

mkananmenu_2024-02-26-145126.png
mkananmenu_2021-04-19-125003.png
mkananmenu_2021-04-19-125235.png
mkananmenu_2021-08-25-114254.png
mkananmenu_2024-03-25-135103.png
mkananmenu_2024-05-15-171035.jpeg

Feedback

GPR Kominfo

Video

International Links